Ini
sudah halaman ke 79 yang
Wang Garcep klik di situs porno kesayangannya. Entah kenapa ia belum juga
merasa bergairah. Sekali pun ada, video itu sudah ia tonton sebanyak 17 kali
dalam minggu ini. Wanita jepang yang berperan menjadi suster, lalu mencumbu
pasiennya sendiri tentu saja selalu berhasil membuat pipa di selangkangannya
mengeras. Tapi ia bosan. Ia klik lagi halaman selanjutnya, dan hasilnya masih
tetap begitu.
Lalu
ia ingat, Reza Deni, kawannya si duda tua yang usianya hampir menyentuh
setengah abad, kemarin malam mengiriminya link
porno. Ia buka, lalu mencul situs porno lainnya yang sedikit membuat Wang
Garcep terkejut. Beauty Busty Latina
Playing with Sheeps, anjing lah! Wang Garcep mengumpat. Ia sedikit terkekeh
melihat judul video tersebut yang tak kalah bombastis dari berita-berita
garapan kawannya. Ia klik lalu
ia tonton video itu. Adegan awal menampilkan
seorang perempuan tanpa busana tengah bermain dengan domba-domba, ia meliak-liuk
hingga kemudian mulai
merancap dan berakting di depan kamera. Tak lama setelah itu, si wanita tanpa
busana membiarkan penis domba memasuki dirinya. Entah kenapa keringat di
punggung Wang Garcep menjadi banyak, lalu ia pergi ke kamar mandi dan mulai
mengocok pipanya.
“Bajingan!
Kenapa kau kirimi aku link bokep domba sialan itu,” Kata Wang Garcep, saat
bertemu Reza Deni di kantor keesokan paginya.
“Hetttt,
tapi seksi kan??” Hetttt adalah kata
pamungkas Reza Deni di setiap awal kalimatnya, yang dibunyikan dengan logat
betawi.
“Goblok,
mana ada nikmatnya nontonin domba-domba ngaceng?” Tentu saja Wang Garcep
berbohong, ia sangat menikmati video itu tadi malam.
“Hett,
ente yang goblok. Yang ente liat ini cewenya apa cowonya
sih?” Reza Deni terkekeh, “lagian kenapa sih masih aja nonton bokep, emangnya
Santi udah nggak menggairahkan lagi?”
Reza
Deni tak pernah tahu kalau selama ini Wang
Garcep memang tak pernah benar-benar menikmati momen bercinta dengan isterinya.
Kebiasannya menonton film porno sejak kelas dua SMP, dan mengeluarkan isi pipa
di selangkangannya secara otodidak—yang
dilakukan hampir setiap hari, membuat ia merasa bercinta tak pernah senikmat
fantasinya. Itu kenapa ia tak pernah bertahan lama ketika sedang bercinta dengan
Santi, dan selalu berakhir dengan kesan yang tak menyenangkan. Diam-diam Wang
Garcep bersyukur juga karena Santi tak pernah protes secara langsung masalah
ini. Sebab ia benar-benar tak ada waktu untuk peduli soal hubungan seksualnya.
“Hett,
diajak ngobrol juga,” Reza Deni memecah lamunannya. “Sudah ah, aku mau liputan
dulu,” ia merogoh kantongnya, kemudian menyodorkan lawar
gawainya ke Wang Garcep, “Lihatlah,
Ini
lucu sekali. Seorang pemuda gauli puluhan
ayam ternak tetangganya hingga mati. Wah bakal jadi headline nih,” Wang Garcep
tak begitu peduli dengan
pemuda itu atau bahkan kepercayaan
diri Reza Deni.
“Eh,
Den, nanti dulu.” Kata Wang Garcep tiba-tiba. Reza Deni menoleh, lalu ia menenggak
memberi tanda kepada Wang Garcep untuk melanjutkan kalimatnya, “kau dapat
film-film macam itu dari mana?”
Reza
Deni menyeringai.
***
Putrid Sex. Judul
itu cukup mencuri perhatian Wang Garcep. Lalu ia klik dan menunggu sampai lamannya terbuka. Saat ia
memulai video itu, ia cukup terkejut ketika melihat banyak darah di mana-mana.
Seorang perempuan yang tentu saja tanpa busana, berlenggak-lenggok
sambil memutari bangkai sapi. Kemudian ia
menggesek selangkangannya
ke moncong bangkai sapi
yang sudah berlumuran dengan darah. Wang Garcep merasa
jijik. Tapi anehnya, di waktu yang sama, punggungnya menjadi sangat basah. Ada
hal lain yang ia rasakan, tapi berkali-kali ia menyalahi pikirannya dan
buru-buru menyudahi video itu. Ia ganti video yang lain. Tapi kadung tak
bergairah. Aneh betul film-film ini, pikir Wang Garcep sebelum akhirnya ia
memutuskan untuk tak jadi pergi ke kamar mandi.
***
“Kau benar-benar tak mau menyentuhku lagi?”
Suatu malam, kata Santi tanpa menoleh sedikit
pun.
“Apa
maksudmu?” Wang Garcep panas dingin. Ia menggulingkan badannya ke arah Santi.
Setelah cukup lama tak mendapat jawaban, Wang Garcep mengulang kalimatnya.
“Kau
main gila ya di luar?” Santi masih dalam posisi yang sama.
“Hei,
ayolah, apa yang kau pikirkan,” Wang Garcep memeluk isterinya, tubuhnya semakin
rapat. Santi menoleh, Wang Garcep mencium bibirnya. Ia melakukan itu
semata-mata atas dasar rasa tidak enak saja. Sebab ia mati kutu. Takut kalau
kebiasaannya setiap malam ketahuan.
“Berhentilah.
Aku ingin melakukannya kalau
kau benar-benar menginginkannya.”
Wang
Garcep menggulingkan badannya kembali
ke posisi semula. Bagaimana pun ia sebetulnya sadar kalau ia tak bergairah sama sekali. Bahkan pipa di
selangkangannya tak berkutik barang sedikit, persis seperti keong yang telah
mati di cangkangnya. Malam itu seperti benar-benar membunuhnya. Wang Garcep memunggungi
Santi. Pandangannya
terbuang menatap gerak
detik jam weker yang berbentuk piramida. Santi kembali membuka
gawainya. Ia kembali menonton segerombolan laki-laki Korea menari-nari dengan
enerjik di atas panggung. Di sela-sela musik Korea yang sangat riang, Wang
Garcep sesekali mendengar isak isterinya.
***
“Hett!!
goblok!”
“Sudah
kuduga, kau tak membantu sama sekali.”
“Hett,
bukan begitu. Kenapa ente
baru cerita masalah ini sekarang?”
“Nggak
penting kapan aku harus cerita. Ayolah, bantu aku. Film porno sialan itu sudah
benar-benar meracuniku. Aku merasa tak bisa lagi melakukannya dengan isteriku,”
Wang Garcep tak berhenti memutar sendok di gelas kopinya yang sebetulnya sudah teraduk. “Bagaimanapun
aku sayang sekali dengan Santi. Tapi perkara orientasi
seks, itu jelas hal lain.”
“Baiklah,”
Reza Deni memecah keheningan. Wang Garcep menoleh.
“Begini-begini,”
ia mendekati tubuhnya, “Tapi
ente jangan bilang-bilang ya, ini
aku serius,” ia mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
“Ini
adalah pil yang membuatku bertahan hingga sekarang, paling tidak selama aku
menyandang status duda sialan ini,” sebelum menunggu respon Wang Garcep, Reza
Deni terus melanjutkan kalimatnya “Ini kudapat dari salah satu tempat langgananku
membeli gele.”
“Pil
ini membantumu berfantasi saat masturbasi. Ente
tau sendiri, aku belum punya partner
tidur sampai sekarang. Coli hampir setiap malam dengan modal video porno saja
rasanya sudah tidak cukup. Aku butuh yang lebih. Dan ini, sangat membantuku
berfantasi. Semua terasa begitu nyata, sampai-sampai kadang aku tak bisa
membedakan mana yang asli dan yang bukan.”
Wang
Garcep mengambil pil yang ada di hadapannya, dan ia masukkan ke kantongnya.
Seketika Reza Deni mengambilnya kembali.
“Hettt!
Nggak gratis goblok.”
Wang
Garcep mengeluarkan uang ratusan ribu, dan melemparnya ke arah Reza Deni. Reza
Deni menyeringai.
“Begitu
kan lebih baik. Paling nggak ente bisa berfantasi pas tidur dengan isteri nanti. Ya syukur-syukur kalau jadi bergairah. Aku juga
nggak tau sih ini akan berhasil apa enggak, tapi
coba saja dulu,” Tanpa mempedulikan respon Wang Garcep, Reza
Deni tiba-tiba membuka gawainya dan menyodorkannya ke arahnya “Ente masih ingat pria yang mengauli puluhan ayam
hingga mati? Dia adalah seorang
maniak! Sebelum menghajar
ayam ternak tetangganya, ternyata ia lebih dulu sering menggarap bocah-bocah
yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Sinting!”
Lagi-lagi,
Wang Garcep tak begitu peduli dengan apa yang ditunjukkan Reza Deni. Sebab pikirannya
sudah kadung mengawang.
***
Wang
Garcep sangat gugup, tapi tetap meloloskan pil itu ke mulutnya. Lima menit
kemudian ia masuk kamar, dan melihat
Santi yang sedang bermalas-malasan di kasur dengan gawainya. Santi tengah asyik
dan tertawa sendiri karena tingkah salah satu artis Korea yang meliak liuk di
atas panggung. Seketika Wang Garcep sempoyongan. Suara di sekitarnya terasa
semakin keras. Lagu Korea yang didengar Santi mengayun dan mengisi ke rongga-rongga
kosong yang ada di kepalanya. Ia kelimpungan. Gado-gado yang dimakannya tadi
sore pun seketika berontak ingin dikeluarkan lagi. Reza Deni bajingan, umpatnya
dalam hati. Beberapa menit kemudian, Wang Garcep merasa semuanya baik-baik
saja. Ia menoleh ke arah Santi, berbarengan dengan celananya yang tiba-tiba terasa
menjadi ketat.
Anehnya
itu bukan karena Santi, tapi entah mengapa Wang Garcep merasa sangat berahi
ketika mendengar lagu Korea itu. Ia malah belok ke kamar mandi dan mulai
membuka gawainya. Kali ini ia ketik Ja Tim Park, artis favorit Santi, di mesin
pencari. Ia tatapi wajah bening lelaki necis itu yang tengah berpose dengan kepalan
tangannya menopang ke dagu. Ia tak puas, ia cari video-videonya. Gerak enerjik
Ja Tim Park membuat pungguhnya sangat basah. Wang Garcep melorotkan celananya,
dan kau tahu apa yang terjadi setelahnya.
Setelah
memuncratkan semua isi pipanya, Wang Garcep menyenderkan tubuhnya ke sandaran
kakus. Anjing, katanya pelan. Ia merasa ini sangat salah, tapi ia tak bisa
menampik rasa puas yang baru saja dialaminya. Mungkin ia sudah menonton ribuan
video porno di ratusan situs di internet. Tapi ia tak pernah sepuas ketika
menonton video Ja Tim Park yang sedang menari-nari barusan. Ia kenakan celananya lagi, dan bergegas ke kamar untuk
merebahkan tubuhnya di samping Santi yang masih sibuk dengan gawainya.
***
Keesokannya
Wang Garcep mencoba peruntungannya yang kedua, sebelum memasuki kamar tidurnya
ia meminum pil itu. Sialnya selalu berujung sama. Efek pil itu selalu berakhir
di kamar mandi. Fantasinya semakin aneh. Setelah Ja Tim Park, bokong tuyul berhasil membuatnya
sangat bergairah. Ia sendiri tak mengerti mengapa demikian. Meski begitu ia tak
berhenti. Fantasi baru tentu menghasilkan sensasi yang juga baru. Ia tak mau
merusak rasa nikmat itu, maka ia biarkan
fantasinya menjadi liar. Hari-hari berikutnya
terus begitu, bahkan ia sengaja meminumnya di kamar mandi. Supaya lebih lama
merasakan sensasi pilnya, pikirnya. Pil ketiga, keempat dan seterusnya ia
manfaatkan dengan sebaik-baiknya di kamar mandi. Mulai dari laki-laki Korea, bokong tuyul, dubur angsa, dirinya sendiri hingga yang paling tak
masuk akal seperti saat ini, yakni colokan listrik. Ia mencari gambar colokan
listrik di gawainya, dan mulai mengocok pipanya.
***
“Obat
apa yang kau minum?” tanya Santi saat Wang Garcep meloloskan pil itu ke
mulutnya.
“Sakit
kepala,” jawabnya tanpa menoleh. Barusan adalah pil terakhir Wang Garcep. Ia
tak ingin efek semua pil itu berakhir di kamar mandi, ia kembali mencoba melancarkan misi awalnya.
Setelah
beberapa menit, ia teringat video Putrid Sex yang pernah ditontonnya.
Entah mengapa tiba-tiba bangkai sapi membuatnya sangat
bergairah. Punggungnya menjadi sangat basah. Ia membayangkan si perempuan yang
menggesek vaginanya ke moncong sapi. Tiba-tiba ia mencium bau anyir, libido Wang
Garcep berada di puncak-puncaknya. Ia menoleh ke arah Santi dan terkejut bukan
main saat mendapati bangkai sapi ada di sisinya. Santi kini menjelma menjadi
bangkai sapi yang begitu menggairahkan. Ia menghampirinya perlahan dan mulai
mencium moncong sapi itu sebagaimana perempuan di video melakukannya.
Malam
itu menjadi malam yang tak pernah dirasakan Wang Garcep ketika bersama Santi,
atau bangkai sapi atau siapalah
itu. Ia tak peduli, yang jelas ia sangat menikmati momen ini. Isak Santi
terdengar lagi, tapi kali ini jelas karena hal yang berbeda.
***
“Hettt,
udah diciduk kan
bocahnya,” Kata Reza Deni saat Wang Garcep mengeluh kalau pilnya sudah habis.
“Hett, kan sudah kunaikkan beritanya, memangnya ente nggak baca?”
Wang
Garcep sangat gelisah, ia
tak bisa menghentikan kakinya yang terus menghentak “Kira-kira di mana ya aku
bisa mendapat pil itu lagi?”
“Hett.
Tidak tahu,” Belum sempat Wang Garcep merespon, Reza Deni sudah menimpalinya
lagi dengan topik baru “Ente
ingat tentang orang yang menggarap bocah-bocah yang kuceritakan beberapa hari
lalu? Gila betul, sekarang ia tengah menjalani isolasi karena tak henti-henti menggesek
penisnya ke trali sel.”
Tanpa
memedulikan respon Wang Garcep yang jelas-jelas tak peduli, Reza Deni terus
melanjutkan kalimatnya. Katanya, ia sudah mewawancarai keluarga pelaku. Mereka
bilang, orang ini memang memiliki keterbelakangan mental. Mereka tak tahu pasti
sejak kapan, yang jelas dan yang akan ‘digoreng’ Reza Deni sebagai berita
nanti, adalah orang ini sudah ketagihan menonton video porno sejak duduk di
bangku SD.
“Tentu
saja ini sangat menarik kan? Habis ini aku mewawancarai psikolog tentang
hubungan menonton film porno dengan....”
Wang
Garcep tak acuh lalu meninggalkan Reza Deni yang sedang bicara. Reza Deni
berhenti bicara dan menatap Wang Garcep yang kemudian hilang di balik pintu.
“Hett, bocah, diajak ngobrol juga!”
Wang Garcep pergi ke kamar mandi. Ia merasa
perlu mengumpani hasratnya. Kemudian ia buka situs porno langganannya. Tapi itu
tak menolong sama sekali. Ia merasa pusing, dan memuntahkan semua isi perutnya
yang ia isi tadi siang. Punggungnya basah hingga membentuk pulau di belakang
kemejanya. Ia rindu sekali bau anyir darah. Ia sudah tak bisa lagi menampung
rasa gelisahnya.
Maka
saat ia melihat pencukur kumis yang tergeletak di samping tempat sabun, ia
segera mengambilnya. Lalu ia beset ke tangannya sendiri. Ia tak pernah
merasakan sensasi ini sebegitu nyata. Dadanya tak berhenti menggebu. Ia
merasakan hal lain, ia merasa puas. Sambil membayangkan bangkai sapi, ia
gunakan tangannya yang berlumur darah itu untuk menggosok pipanya yang sedang
tegang. Wang Garcep merasa lebih baik.
***
Aku
lagi dapet, kata Santi saat Wang Garcep meminta untuk menyetubuhinya. Wang
Garcep sebetulnya mengetahui itu, tapi ia
bilang tak peduli, itu lebih baik tambahnya.
Ia memaksa Santi untuk melepas celananya. Tentu saja Santi menolak. Wang Garcep
turun tangan sendiri dan
menarik celana Santi kuat-kuat. Ia lepas pembalut yang ada di antara kedua
kakinya, kemudian ia cium. Darah. Wang Garcep semakin kesetanan. Santi
meronta-ronta, namun tenaganya tak cukup kuat untuk menahan pipa yang ada di
selangkangan Wang Garcep saat
ingin memasukinya. Wang Garcep tak puas dengan lubang yang sudah ada. Lalu ia
mengambil jam wekernya yang berbentuk piramida. Setelah menjajal segala lubang
yang ada, ia mulai menciptakan lubang sendiri di perut Santi. Satu lubang di
perut Santi, lubang selanjutnya di paha, lubang ketiga di kerongkongannya dan
begitu seterusnya. Wang Garcep merasa sangat puas, dan kini ia telah mencapai
puncak berahinya.
***
“Wang
Garcep kemana?” Tanya Reza Deni kepada editor lain yang ada di kantor. Tak ada
satu pun yang tahu, Reza Deni kebingungan. Sejak pagi tadi pun nomornya juga
tidak aktif. Padahal ia ingin memberi tahu kalau ia telah berhasil mendapatkan
pil itu lagi dari tempat lain. Sekaligus ingin menjualnya ke Wang Garcep sebab
ia butuh uang untuk bayar hutang
karena habis kalah judi tadi malam.
Ia
juga ingin memberi kabar kalau si orang gila yang pernah diceritakan
sebelumnya, semakin ke sini semakin menjadi-jadi. Setelah diisolasi, ia justru
semakin parah. Orang gila itu ditemukan tengah mencungkil mata seorang sipir dan
menyetubuhinya dengan brutal. Ia memasuki pipanya ke segala lubang yang ada di
sipir itu, termasuk matanya yang bolong.
Ia
juga mau pamer kalau berita tentang seorang maniak yang kemarin ia tulis,
sekarang menjadi headline dengan judul “Film Porno Normal Untuk Orang
Yang Juga Normal”.
Rawamangun,
10 Juni 2019
Comments
Post a Comment