Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2016

CATATAN HARIAN

          Entahlah, hariini terasa seperti hari dimana ajalku sudah di ujung tanduk. Maksudku, aku merasa menjadi kambing congek di tengah sibuknya orang-orang Jakarta. Penyiksaan lahir-batin duniawi yang sakit sekali rasanya. Sepertinya malaikat dan penghuni akhirat pun sedang kebingungan melihat puncak kejenuhanku yang munjulang tinggi sampai ke langit ke tujuh, bajingan! Terdengar berlebihan, tapi begitulah kenyataannya. Maka setelah rokok terakhirku habis, aku langsung meluncur menuju warung kopi di daerah Cipinang Jaya.             Bagaimanapun libur panjang ini tidak seperti apa yang tergambarkan anak-anak SMA pada umumnya, kupikir mereka berpikir seperti itu karena memang sistem pembelajaran sekolah yang sinting. Masuk pagi, pulang sore. Menuntut untuk belajar ini itu tanpa menjunjung nurani murid-muridnya, sehingga terlihat seolah pemikiran mereka sedang digeneralisasikan, membuat jiwa mereka miskin, oleh karena itu secara tidak langsung mengajarkan mereka untuk memben

URUSAN TUHAN

URUSAN TUHAN Oleh Sukindar Putera             Setelah menahan perut yang sedari tadi keroncongan, aku dan temanku akhirnya memutuskan untuk pergi mencari makan di pinggir jalan. Maklum, semalam ini kantin kampus sudah pada tutup, jadi mau tak mau kami harus berjalan keluar melewati jembatan penyebrangan untuk sampai ke sana. Di jembatan penyebrangan aku melihat seorang perempuan paruh baya yang sedang duduk bersandar, menggendong seorang bayi yang sedang tertidur, dengan gelas plastik di hadapannya yang berisikan uang receh. Ketika kami ingin melewatinya, temanku mengeluarkan uang limaratus rupiah dan menaruhnya ke dalam gelas plastik itu. Kemudian pengemis itu mendoakannya, berharap kepada Tuhan semoga temanku akan dilimpahkan rejeki yang banyak, diberikan kesehatan, dan apalah yang baik-baik untuknya. Setelah kami melewati pengemis itu aku membuka pembicaraan.           “Apa kau tidak pernah memperhatikan?” Aku meloloskan sebatang rokok terlebih dahulu, “Bayi yang

KEBIJAKAN PARA MANUSIA BERKEPALA KELEDAI

KEBIJAKAN PARA MANUSIA BERKEPALA KELEDAI Oleh : Sukindar Putera             S ebentar lagi rapat besar (mereka menganggapnya seperti itu) akan di mulai, manusia yang berkepala keledai dan menggunakan almamater berwarna hijau sudah duduk di kursi paling nyaman sedunia. Kursinya memiliki busa paling lembut yang tidak akan mungkin untuk menciderai punggung, dan kursi itu dilengkapi dengan roda yang ada di bawahnya sehingga mereka dapat bermain adu balap. Percayalah itu sangat menyenangkan, kata salah satu di antara mereka dalam sebuah wawancara yang pernah dilakukan oleh mahasiswa. Setelah pemimpin rapat, atau lebih enak dipanggil pemimpin para manusia berkepala keledai datang. Para peserta rapat langsung kondusif dan bersiap mendengarnya dengan seksama, mirip seorang jemaah yang sedang mendengarkan khotbah Jum’at.             “Perhatian-perhatian,” kata si pemimpin para keledai itu, ia melanjutkan “Bahwasannya saya mengadakan rapat besar ini, semata-mata bukan hanya untuk se

HANTU

HANTU Oleh Sukindar Putera BARU SAJA DATANG , temanku langsung menyodorkan ponselnya. Seperti apa yang ia bilang tadi ditelepon “Aku ingin menunjukkan sesuatu kepadamu, cepat datang ke rumahku!” Dan mungkin ini adalah maksudnya, sebuah foto yang di dalamnnya terlihat sepiring nasi goreng lengkap dengan tetek bengeknya di atas meja. Tapi di bawah meja itu terlihat seperti wajah seseorang, yang buruk rupa tentunya. Kulitnya gosong sekali, bola matanya putih semua, dan terlihat seperti sedang menyeringai ke arah kamera.             “Benerkan,” Katanya berlagak seperti seorang penjual yang menunjukkan brosur diskonan kepada orang-orang yang lewat di depan tokonya, “hantu itu ada men! ” tambahnya.             Aku diam sebentar. Sejujurnya aku lebih tertarik kepada nasi gorengnya, dan alasan kenapa ia memotret nasi goreng itu. “Ini kau yang buat?” tentu saja itu bukan pertanyaan untuk dijawab, sebab aku tahu kalau ia memang gemar memasak. Yang tidak kuketahui adalah, kini

SEORANG LAKI-LAKI “DEWASA”

SEORANG LAKI-LAKI “DEWASA” Oleh : Sukindar Putera Aku duduk , kemudian menatap mata ibu yang membengkak seperti habis menangis entah dari kapan. Aku baru saja pulang, masih menggunakan kemeja, celana bahan, dan sepatu pantofel yang baru kupinjam semalam sehari sebelum mengikuti upacara pelepasan tingkat sekolah menengah atas.             “Bapakmu,” Dengan spontan ibu membuka pembicaraan, kemudian ia mendekam muka dengan kedua tangannya. Ia tersedu. Menumpahkan semua genangan yang terlihat di bola matanya. Aku tidak pernah mendengar ibu menangis seperti itu, kecuali sedang sungkem dengan nenek  ketika menjalani tradisi maaf-maafan saat lebaran. Dan itulah suara yang tak pernah aku harapkan, suara yang selalu membuat hatiku gelisah. Membuatku terasa ingin ikut menangis bersama-sama, di pangkuan ibu.             “Ada apa bu?” Aku sedikit mendesaknya karena penasaran “Bapak kenapa?” sembari melepas sepatu dan kujejerkan rapih di sebelah meja persegi panjang yang men