KEBIJAKAN
PARA MANUSIA BERKEPALA KELEDAI
Oleh
: Sukindar Putera
Sebentar
lagi rapat besar (mereka menganggapnya seperti itu) akan di mulai, manusia yang
berkepala keledai dan menggunakan almamater berwarna hijau sudah duduk di kursi
paling nyaman sedunia. Kursinya memiliki busa paling lembut yang tidak akan
mungkin untuk menciderai punggung, dan kursi itu dilengkapi dengan roda yang
ada di bawahnya sehingga mereka dapat bermain adu balap. Percayalah itu sangat
menyenangkan, kata salah satu di antara mereka dalam sebuah wawancara yang
pernah dilakukan oleh mahasiswa. Setelah pemimpin rapat, atau lebih enak
dipanggil pemimpin para manusia berkepala keledai datang. Para peserta rapat
langsung kondusif dan bersiap mendengarnya dengan seksama, mirip seorang jemaah
yang sedang mendengarkan khotbah Jum’at.
“Perhatian-perhatian,” kata si
pemimpin para keledai itu, ia melanjutkan “Bahwasannya saya mengadakan rapat
besar ini, semata-mata bukan hanya untuk sekedar kumpul kebo. Eh. Maksud saya
kumpul keledai. Tapi ada yang lebih penting dari hal itu, yakni; kita harus
menerapkan jam malam kepada seluruh mahasiswa.”
“Apa itu jam malam, Pak?” Tanya
salah satu peserta rapat.
“Dimana seluruh mahasiswa tidak
boleh berada di sekitar sini lebih dari pukul sepuluh malam!”
Kemudian riuh suara keledai, ludah
bermuncratan kemana-mana. Kelihatannya mereka sedang saling berbisik, nyatanya
bahkan mereka tidak tahu apa yang sedang mereka ucapkan. Dengan kata lain, asal
bunyi.
“Tenang!” Kata si pemimpin para
keledai itu. Ia melanjutkan “Sebelum saya melanjutkan, ada yang ingin
berpendapat?”
“Saya, pak,” Dengan bangganya salah
satu manusia berkepala keledai yang sangat buruk rupa itu mengangkat tangan,
dan ia melanjutkan kalimatnya “Saya setuju. Menurut saya itu sangat amat
penting, para mahasiswa akan bisa memenuhi kebutuhan biologisnya di rumah mereka
masing-masing pada malam hari.”
“Apa maksudmu?”
“Mereka bisa coli di rumah, karena
pada umumnya para mahasiswa tidak bisa coli jika selalu berada di kampus pada
malam hari.”
“Bagus! Ada lagi?”
“Saya, pak. Hemat saya, itu adalah
keputusan yang sangat cerdas. Sebab mahasiswa akan bisa belajar dengan sangat
maksimal, karena mereka harus belajar dua puluh empat jam. Tidak boleh
melakukan apapun selain belajar! Bahkan kalau perlu, setelah maghrib harus
sudah dibubarkan. Jika masih ada mahasiswa yang ngeyel, tembak saja kepalanya
dengan AK-47.”
Dan satupersatu peserta rapat besar
itu mengajukan pendapatnya. Rapat itu terasa seolah sangat efektif, meski
ruangan rapat itu sudah bergenang air liur yang keluar dari mulut mereka.
Bahkan ada satudua peserta yang pergi ke pojok ruangan untuk buang air
kencingnya, menyebabkan ruangan itu sangat bau busuk. Itu bagus, karena dapat
membuat mereka semakin nyaman di tempat semacam itu.
Setelah
dirasa pendapat sudah cukup, pemimpin manusia berkepala keledai itu menyudahinya.
Itu artinya mereka semua sepakat dengan kebijakan diadakannya jam malam. Dan
dengan sigap sekertaris langsung membuat surat keputusan, yang kemudian
diinfokan kepada setiap mahasiswa. Setelahnya, seluruh peserta rapat itu
berpesta, membanggakan dirinya sebagai “kaum intelektual” yang sangat
berpengaruh dan percaya akan progres dalam setiap keputusannya. “Hidup
keledai!” pekik sang pemimpin, kemudian diikuti oleh peserta yang lain.
Sodong Raya ,
3 Desember 2015
Comments
Post a Comment